“Bagaimana penampilanku?” tanya Brenda pada Emma.
“Hemm, lumayan nona, kau sudah pantas menjadi seorang pelayan.” ucap Emma melihat penampilan Brenda. Brenda memiliki ide untuk merusak penampilan rumahnya, dan ia berencana menyamar menjadi seorang pelayan. Ia menggulung rambut panjangnya dengan rapih, ia juga menggunakan kacamata simple, lalu menggunakan seragam pelayan sama seperti Emma.
“Apa aku sudah pantas sekarang menjadi pelayan?” tanya Brenda antusias akan penyamarannya itu.
“Pantas nona, namun bagaimana pun juga anda tetap nona saya.” ungkap Emma sambil tersenyum.
“Baiklah, kalau gitu mohon bantuannya, Emma.” Brenda membungkukan badannya ke hadapan Emma sambil tersenyum, dan Emma hanya terkekeh melihat ulah Brenda.
“Apakah sudah siap?” tanya Oskar yang sudah tiba ditempat Brenda dan Emma. Oskar melihat penampilan Brenda dan tersenyum.
“Sudah sangat siap.” ucap Brenda mantap.
Rudyard House kini sudar benar-benar jauh dari kata mewah menawan. Penampilannya kini terlihat benar-benar seperti rumah tua megah yang sudah tidak diurus lagi. Brenda rupanya benar-benar serius dengan rencananya itu.
***************************
Waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Sebuah mobil Jaguar XF 30 berwarna hitam memasuki halaman Rudyard House yang luas. Oskar sudah berdiri didepan pintu untuk menyambut kedatangan tamu yang agung, sementara Brenda dan Emma menunggu di dalam rumah.
Aston turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk Russel. Dengan gaya elegan Russel turun dari mobilnya, lalu ia membuka kaca mata hitam yang menutupi mata biru terang indah miliknya. Dengan tenang Russel melihat kesekeliling rumah. Oskar tidak menemukan ekspresi kekagetan dari tatapan Russel mengenai penampilan depan rumahnya itu.
"Selamat datang, tuan." Oskar mengangguk sopan dihadapan Russel.
Russel lalu menghadap ke arah Oskar sengan menyunggingkan senyum seperlunya, "Apa kabar Oskar?"
"Kabar saya baik, tuan. Bagaimana perjalanan anda?" tanya Oskar basa basi.
Russel sudah hafal betul dengan pertanyaan basa basi seperti itu, ia hanya tersenyum sinis, "Well, cukup melelahkan.". Sekali lagi Russel menatap kesekeliling rumah, "Aku kira kau merawat rumah dengan baik, Oskar."
Oskar tau betul kalau orang disepannya itu sedang menyindirnya, "Maafkan saya tuan atas kekacauan rumah ini. Beberapa waktu lalu, saya dan pelayan rumah ini pergi pulang kampung tuan. Sesampainya kami kesini ternyata kondisi rumah sudah separah ini. Tapi kami akan memperbaikinya." Oskar membungkukkan badannya lagi.
"Apa kita sebaiknya tidak kembali kerumah keluarga Matthew saja tuan? Coba anda liat kondisi Rudyard House, benar-benar mengerikan, tuan." ucap Aston melihat kondisi Rudyard House.
Russel melirik ke arah Aston dengan ujung matanya, ia terdiam sejenak memikirkan kata-kata asistennya itu. Lalu ia berkata......
"Tidak, aku akan tinggal disini." ucap Russel sambil berjalan meninggalkan Aston yang masih terdiam.
***************************
"Emma, bagaimana penampilanku?" tanya Brenda sekali lagi sambil melihat kebawah, memperhatikan penyamarannya itu.
"Nona, anda sudah berulang kali menanyakan ini."
"Emma, jangan panggil aku nona. Dan jangan pake kata 'anda dan saya' pakai 'aku, kamu' aja. Panggil aku dengan, emmm.....Ana."
"Ana?" tanya Emma bingung.
"Ia, sekarang panggil aku Ana. Mulai sekarang namaku Ana." ucap Brenda bersemangat.
"Nona...maksud saya Ana, sepertinya tuan Russel sudah datang sebaiknya kita ke depan sekarang." Brenda menganggukan kepalanya, sambil mengikuti Emma.
Brenda merasa gelisah menyambut kedatangan Russel. Ia membayangkan pria tua itu akan menguasai rumahnya. TIDAK, satu kata itu selalu menari-nari dikepala cantiknya itu. Brenda tidak akan menyerahkan Rudyard House kepada siapapun, termasuk si tua Russel.
Pintu besar ruang depan Rudyard House terbuka lebar. Seorang pria bertubuh tinggi tegap, dengan sorot mata tajam memasuki ruangan depan. Brenda membelalakan matanya dan hampir saja berteriak melihat pria yang sangat sempurna memasuki Rudyard House. Pria dengan wajah tirus rupawan, rahang persegi, hidung mancung sempurna, dengan bibir yang terlihat sangat menggoda. Pria itu menggunakan celana jeans panjang berwarna hitam, dengan kemeja panjang sutra berwarna abu-abu polos digulung sampai siku.
Pria itu menatap Emma, lalu Emma menundukan kepalanya. Lalu tatapan tajam pria itu beradu dengan tatapan Brenda. Lama mereka bertatapan sampai-sampai Emma menyikut Brenda dengan pelan. Brenda menjadi gelagapan sehingga ia membungkukan badannya terlalu rendah, pria itu jadi mengerutkan keningnya.
'siapa pria ini? mana si tua Russel?' tanya Brenda dalam hati.
"Maafkan Ana, ia pelayan baru disini tuan Russel." ucap Emma dengan sopan.
"HAAAH??!!" Brenda sontak mendongakan kepalanya mendengar kata-kata Emma, dan membuka mulutnya karena kaget. Russel, Emma, Aston, dan Oskar kaget mendengar teriakan Brenda.
'ja-jadi dia yang namanya Russel?' pikir Brenda.
Ruseel menatap Brenda tajam. "Eeh, ma-maafkan saya tuan." ucap Brenda salah tingkah karena ditatap dengan tajam oleh Russel. Russel tidak menjawab membuat Brenda mengangkat sedikit kepalanya dan mengintip kearah Russel. Russel masih terus menatap Brenda.
"Lain kali jangan teriak-teriak dirumahku." ucap Russel dingin kepada Brenda.
'RUMAHNYA???!! ENAK SAJA!!!!!' umpat Brenda dalam hati. Brenda lalu mengangguk-anggukan kepalanya pertanda menyesal.
Russel lalu melihat sekeliling ruangan. "Apakah semua ruangan kondisinya seperti ini?" katanya tenang.
"Iya tuan, tapi kami akan membereskan rumah ini dan akan membuatnya rapih seperti semula." jawab Oskar dengan sopan. Tanpa mereka sadari Brenda tersenyum tipis.
Seolah tidak mendengarkan ucapan Oskar, "Aston, aku akan beristirahat dulu di kamar." ucap Russel seraya meninggalkan ruangan depan, semua pelayan otomatis membunggukan badannya. Tidak terkecuali Brenda.
***************************
Russel sudah dua jam berada di kamar pribadinya, entah apa yang ia kerjakan. Brenda, oskar, dan Emma sedang berkumpul di meja makan khusus pelayan didekat dapur.
"Kau membohongiku ya, Oskar?" tanya Brenda menuduh.
"Maksud nona?" tanya Oskar mengerutkan dahinya dengan bingung.
"Iya, kau bilang kalau Russel itu berumur tiga puluh tahun, tapi di.........."
"Dia terlihat sangat tampan?" Emma memotong ucapan Brenda. Brenda menjadi memelototkan matanya.
"Ma-maksud aku bukan begitu juga. Emm, maksudku, dia tidak terlihat seperti umurnya yang seharusnya." ucap Brenda sedikit malu.
"Kan saya sudah bilang nona, tuan Russel itu terlihat sangat menawan, dan anda harus berhati-hati." goda Oskar.
"Aku tidak akan tergoda." ucap Brenda dengan mantap.
*************************
Makan malam sudah tiba. Brenda membantu Emma untuk menyiapkan makanan. Brenda menambahkan beberapa sendok garam ke dalam makanan. Brenda tersenyum sinis menatap makanan yang sudah dihidangkan di atas meja makan.
Tidak lama Russel turun. Brenda melihat Russel turun, susah payah Brenda menelan air liurnya. Ruseel benar-benar tampan. Ia menggunakan celana jeans pendek sedengkul dengan menggunakan polo shirt berwarna merah, terlihat santai namun tetap tampan. Polo shirt yang ia kenakan membalut tubuh dan lengan yang berotot sempurna. Brenda membayangkan Russel berlenjang dada, sehingga membuat ia menelan air liurnya kembali. Dengan cepat Brenda menggelengkan kepalanya, karena membayangkan hal yang tidak-tidak.
“Si-silahkan dimakan makanannya tuan." ucap Brenda gugup. Russel sudah duduk dibangkunya, menatap menu makanan yang ada didepannya. Lalu ia menyendokan makanannya dan menaruh dipiringnya, Brenda terus mengamati Russel, sampai....
"Uhuk..uhuk..uhuk..." Russel terbatuk-batuk setelah memasukan sendok yang penuh makanan ke dalam mulutnya, lalu meminum air putihnya. Brenda menjadi menahan tawanya melihat Russel.
"Makanan apa ini??!!" tanya Russel, sambil menatap Brenda tajam.
"Maafkan saya tuan. Apa rasanya tidak enak?" tanya Brenda pura-pura merasa tidak enak.
"Kau pikir?!!!" Russel langsung berdiri dari bangkunya, dan melempar serbet makannya kemeja dengan sangat marah. "Lain kali, kalau kau tidak becus masak, lebih baik kau angkat kaki dari sini." ucap Russel sambil menunjuk-nunjuk wajah Brenda, lalu bergegas pergi menuju kamarnya.
Brenda hanya menundukan kepalanya. Russel pasti mengira kalau Brenda menyesali perbuatannya, tapi salah. Brenda justru tersenyum tipis melihat hasil kerjanya.
'harusnya kau yang angkat kaki dari sini!! tidak percuma aku memasukan garam, hahahaha' ucap Brenda senang dalam hatinya.
************************
"Nona tadi berbuat apa?? Kenapa tuan Russel bisa menjadi semarah itu?" tanya Emma dimeja makan pelayan bersama Oskar dan Brenda, mereka sedang makan malam.
"Oh itu, aku cuma menabahkan beberapa sendok garam aja kok." ucap Brenda enteng tanpa memperdulikan perbuatannya.
"Nona, apa itu terlalu keterlaluan?" tanya Oskar sedikit khawatir dengan tindakan nonanya itu.
"Oh, ayolah Oskar ini belum seberapa. Aku masih punya segudang rencana untuk mengeluarkan Russel dari Rudyard House." ucap Brenda.
"Tapi nona, kalau sampai tuan Russel tau semuanya, itu akan sangat berbahaya." kali ini Emma yang mempirangatkan.
Brenda menghela nafas panjang, "Oskar, Emma kalian tenang aja. Aku, kita akan baik-baik aja. Aku yang akan bertanggung jawab atas semua perbuatanku ini."
************************
Russel sedang merasa kesal dengan kejadian tadi di meja makan. Ia sudah merasa lapar tadi, lalu ketika ia makan semua makanannya terasa sangat asin. Mau tidak mau ia meminta Aston untuk membelikannya makanan. Lalu handphonenya berdering...
"Hallo.."
"Hallo Russel, kapan kau pulang? Kenapa tidak memberitahuku?" tanya seseorang diseberang sana.
"Aku tidak sempat, Poppy." ucap Russel tenang.
"Hah, pasti sesalu seperti itu. Lalu kenapa kau tidak ke rumah, malah pergi ke Rudyard House?"
"Aku hanya ingin mengunjungi rumahku saja Poppy. Apa ada yang salah?"
"Well, tidak ada yang salah kakaku yang tampan. Aku hanya heran saja, kenapa kamu tidak pulang kerumah, malah pulang ke Rudyard House."
"Aku pasti akan pulang Pop, tapi tidak sekarang, ok."
"Ok kalau gitu, Russel."
*************************
Hari ini hari minggu, Brenda bangun dari tidur nyenyaknya pada jam sembilan pagi. Brenda memiliki kebiasaan bila hari libur ia akan bangun lebih siang dari biasanya. Brenda masih bergelung di atas kasur, ia mengejapkan matanya melihat sekeliling kamarnya. Kamarnya yang tidak besar, ia merasakan kasur yang tidak terlalu empuk dan terlalu besar. Lalu ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi...1....2....3..........
Brenda lalu sontak turun dari kasurnya setelah mengingat sesuatu. Saat ini ia adalah seorang pelayan, bukan seorang nona besar. Dengan bergegas Brenda lari kekamar mandi, lalu memakai seragam pelayannya, tidak lupa memakai kaca matanya. Brenda berjalan menuju pintu, lalu ia membuka pintu kamarnya, langkahnya terhenti karena seseorang berdiri tepat didepan kamarnya.
"Kau sudah bangun tuan putri?" sindir Russel menatap Brenda dengan sinis.
Brenda tersentak kaget mendengar sindiran Russel, namun ia harus menahan emosinya, "Ma-maafkan saya tuan." ucap Brenda sambil menundukan kepalanya.
Russel tidak menjawab permohonan maaf Brenda. Ia menatap Brenda dari atas sampai bawah. Russel merasa ada yang berbeda dari wanita yang ada dihadapannya ini. Tadi sewaktu Russel menanyakan keberadaan Brenda, Oskar dan Emma mencoba melindungin Brenda. Sampai Russel memiliki pikiran untuk menuju kamar Brenda. Begitu sampai, secara kebetulah Brenda ingin keluar kamar. Russel yang melihat Brenda seperti sedang terburu-buru seketika tau kalau Brenda baru bangun.
"Kau tau sekarang jam berapa, Ana?" tanya Russel dingin. Brenda hanya menganggukan kepalanya.
"Sekali lagi saya minta maaf, tuan. Saya tidak akan melakukannya lagi."
"Saya tidak suka, pelayan saya bekerja dengan tidak sungguh-sungguh." ucap Russel dengan dingin lalu meninggalkan Brenda. Brenda menatap punggung Russel yang tegap mulai menjauh. Brenda merasa sangat sebal dengan kata-kata Russel. Tapi apa boleh buat untuk saat ini memang kenyataannya Brenda adalah pelayan Ruseel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar